Just the opposite

Geram, ketika mengetahui segalanya.

Tapi sekali lagi inilah TAKDIR_NYA. Sesuatu yang tak mungkin untuk di paksa. Mengubur semuanya di balik tawa, menyiratkanya sebagai ungkapan indah atas kehadiranya (itu kebohonganku_demi kamu). Sesaat, yang menyanjungku BAK putri, merasakan indah, betapa bermaknanya sesuatu yang mampu mengaitkan itu. Tapi kemudian pelangi di malam hari itu, membelenggu leherku, membuatku berteriak tak bersuara, menusuk hati yang tak berdarah barang setetes pun, menangis tanpa air mata.

Kesakitan ini adalah Takdir_Nya. Iya. Namun ketika aku setengah berhasil menghancurkan pilar-pilar perih ini (Ku akui belum sepenuhnya karena sangat sulit). Dia yang mengawali ini kembali membuka ruang kepedihan itu. Mampu menyajikan senyum terindah dengan permohonan penyesalan. Menyarankanku untuk menjadikannya sebuah kenangan manis yang sewaktu-waktu dapat dinikmati untuk mengubah senyumnya menjadi tawa. Entah sengaja atau tidak tak mengertikah kau sakit yang kupangku?

Aku ragu atas semua kebaikan yang pernah kau beri, seperti inikah maknaku dimatamu? Hiburan atas rumus-rumus ke-egoisan. Ah,, ya kan aku jadi buruk sangka, so, sudahlah jangan bertanya lagi. Jika kamu mengerti aku, tak perlu ku jawabpun kau mampu menerka.

Untuk sekarang anggap saja waktu yang pernah mengambungkanku tak pernah ada di benak siapapun kecuali hatiku yang berkeping di balik indahnya lotus di pagi hari. Cukup membuatnya terlihat indah, walaupun rasanya lebih pahit dari penawar rasa sakit yang pernah kurasakan. Well, inilah yang menjadi pilihanku, berdiam dengan segala sakitnya. Semoga kalian bisa bersama dengan bahagia, tanpa melihat apa yang sudah kalian perbuat padaku. Menyeretku ke lembah yang tampak indah oleh mata, namun tersayat di baliknya.

Hanya terimakasih yang bias kuucapkan untuk kalian dan jangan kalian lakukan lagi ini padaku. Padaku yang mudah percaya oleh jerit manismu. Yang coba kulakukan sekarang adalah menganggapnya sebagai mimpi yang akan kulupakan setelah pagi menyapa.