Hipnotis tanpa Mantra

Berdiri dengan pakaian terbaik yang kumiliki. Masih di depan cermin mematut diri. Memandang mata sayu yang kuwarisi dari ayah. Mencoba menyamarkan bengkak di sana. Sisa tangisan malam tadi. Lumayan lama. Akhirnya aku menyerah. Aku berharap tidak akan ada yang menyadarinya. Toh aku juga hanya sebentar saja berada disana. Sekedar mengucapkan salam pada kedua mempelai yang berbahagia dan kembali pulang.
2 Februari 2017. Hari ini adalah hari bahagia sahabatku. Sebenarnya aku ragu untuk menghadiri acara ini. Tapi aku tak bisa membayangkan kekecewaan sahabatku jika aku tak datang, Ya,,, Sahabatku. Sahabat special.
Hanya perlu tiga puluh menit untuk sampai ke tempat acara akad nikah. Memasuki halaman parkir masjid Babussalam aku disambut oleh seorang petugas parkir yang sudah bersiap disana. Menghampiriku. Membentangkan tanganya memberi arah padaku menuju tempat parkir yang masih kosong. Para tamu undangan sudah berdatangan. Ramai. "Terimakasih dek" seruku pada tukang parkir yang baru saja membantuku memarkirkan sepeda motor. Semoga aku tidak salah memanggilnya dek, kurasa umurnya jauh dibawahku. Dia hanya mengangguk dan tersenyum. Manis.
Aku masuk ke dalam masjid. Farhan telah siap dengan setelan jas warna putih tulang dan peci senada. Melingkari sebuah meja ditemani ayah dan beberapa saudaranya. Penghulu juga sudah hadir. Kurasa semuanya siap. Farhan nampak mencari-cari seseorang. Dia melihat sekelilingnya. Mungkin dia mencari keberadaan calon istrinya. Pandanganku tak lepas dari sosok sahabatku itu. Hingga pandangan kami bertemu dan Farhan tersenyum menyapaku. Melambaikan tanganya padaku. Aku  kah yang dicarinya?. Aku memberinya isyarat OK.
Jika boleh aku lari saja dari tempat itu. Bahkan jika aku di izinkan aku tidak pernah hadir di acara ini. Tapi aku sudah berjanji pada Farhan. Jujur. Hatiku ingin menjerit meluapkan segala sesak yang kurasa. Menyaksikan orang yang kita sayangi bersanding dengan orang lain. Menjadi saksi janji suci yang diucapkanya tapi bukan dengan ku. Mimpi-mimpi untuk bersamanya kini telah pudar bersama seruan “SAH” dari para saksi. Hanya mimpiku, bukan mimpi kami. Farhan tidak pernah tahu jika aku menyimpan rasa lebih dari sekedar sahabat.
Aku juga tidak menyadari rasa itu pada awalnya. Namun, selalu ada hal yang membuatku merasa jatuh cinta lagi dan lagi. Lagi-lagi pada orang yang sama. Pada sahabatku sendiri. Aku terlalu pintar menyembunyikan perasaanku. Farhan tak pernah menyadarinya. Karena persahabatan kami sangat erat. Sulit membedakan antara cinta dan sahabat.
Hingga suatu sore. Mimipi-mimpiku benar-benar menguap. Langit sore cerah terasa berselimut gelap. Farhan bertanya padaku tentang apa yang bisa mewakili cinta sejati dengan satu kata. Jawabanku adalah “Melengkapi”. Dimana satu sama lain dapat mengisi kekurangan masing-masing. Dengan begitu tak akan ada kebencian yang muncul. Mereka yang ditakdirkan bersama akan saling mengerti, memahami ketidak sempurnaan itu. Why? Karena mereka sadar bahwa mereka berdua adalah satu, jika salah satu membuat kesalahan maka hakikatnya dia sendiri lah yang membuat kesalahan tersebut. Jika mereka menyakiti maka hakikatnya mereka menyakiti diri mereka sendiri. Dengan begitu akan mudah untuk saling mema’afkan. Jika masalah mulai hadir entah itu salah siapa, mencoba untuk mema’afkan. Panjang lebar penjelasanku. Penjelasan tentang cinta sejati versiku. Tapi aku juga tak penasaran dengan pertanyaan Farhan sore itu, karena kami terbiasa berbagi dan berdiskusi banyak hal. Itulah yang membuat kami dekat sebagai sahabat.
Farhan membenarkan pendapatku. Kemudian dia meminta restu padaku tentang rencana perjodohan antara dirinya dan seorang gadis pilihan sang Ibu. Aku. Aku menyambutnya bahagia. Namun hatiku perih. Tapi siapalah aku jika ingin melarang atau menolak perjodohan itu. Aku hanyalah sahabatnya. Tak lebih. Dan sebagai sahabat aku akan memberi dukungan penuh untuk kebaikanya. Apalagi ini tentang pernikahan.
Mempelai perempuan diantar padanya dan oh airmata sabarlah sedikit. Jangan kau buat aku kaku ditempat ini. Aku ingin segera menghampiri mereka dan berpamitan pulang. Biarlah perasaan ini kumiliki sendiri. Kugenggam dan kupendam untuk kebahagiaan hatiku. Iya, Kehadiran Farhan hanya untuk hatiku bukan untuk kehidupanku.  Kuberanikan menghampiri mereka yang masih sibuk menyalami sanak family mereka.
Aku memberikan kado pada istri Farhan dan aku berpamitan pulang. Farhan merayuku untuk tinggal lebih lama. Tapi aku menolaknya. Aku pergi dengan sisa-sisa kepiluan dihati.
***
"Tidak ada kata terlambat untuk belajar" tapi apakah itu juga berlaku untuk perasaan yang teramat cinta? Terlambat untuk menyadari bahwa cinta ini tak seharusnya ada. Namun sayangnya kita hanyalah pemeran atas skenario yang Maha Kuasa. Entah senang atau tidak kita harus memerankan adegan yang telah tertulis. Tapi kita tahu bahwa Allah tak akan memberi cobaan pada hambanya diluar kemampuan kita. Dan inilah skenario yang ada di bawah kakiku
Aku hanyalah aku yang pernah sekali melihatmu naik sepeda melintas didepan kami saat SMA
Aku hanyalah aku yang kemudian tahu namamu dari kawanku yang bilang "itu lo yang namanya Farhan. "o" begitulah jawabku kala itu
Aku hanyalah aku yang terkejut ketika pertamakali Farhan menghubungiku lewat sms setelah dua tahun kita berada di tempat yang berbeda
Aku hanyalah aku yang ketika kau melamarku sebagai sahabatmu tak begitu berminat dengan tawaran itu, namun
Aku hanyalah aku yang kemudian terbiasa bertukar kata, bercanda juga mencurahkan banyak hal denganmu
Aku hanyalah aku yang kemudian merasa amat nyaman denganmu, kau terkadang menjadi sahabatku, juga guruku (everything)
Aku hanyalah aku yang teramat senang ketika menerima salammu dalam bentuk apapun
Aku hanyalah aku yang sampai tak menyadari mulai kapan aku sangat terbiasa denganmu
Aku hanyalah aku yang kemudian berfikir kenapa denganmu aku sangat terbuka? karena aku paling takut jika ada orang yang tahu banyak tentangku
Aku hanyalah aku yang kemudian tahu bahwa kita sedikit punya persamaan dan banyak perbedaan
Persamaan kita adalah sama-sama lahir di tanggal dan bulan yang sama, perbedaan kita?? wah banyak sekali, kita adalah dua sahabat yang sangat berbeda jauh, sifatku plin-plan dan grusa-grusu, sedangkan kamu sangat santai dan penuh ketelitian. dan masih banyak lagi
Aku hanyalah aku yang kemudian timbul perasaan takut jauh darimu
Aku hanyalah aku yang kemudian tahu jika bukan aku yang kau inginkan
Aku hanyalah aku yang tak pernah berani bilang "Aku Kangen Kamu"
Aku hanyalah aku yang kemudian ingin segera melupakanmu, alhasil, aku tak kuasa menahan demo hatiku yang tak ingin jauh darimu
Aku hanyalah aku yang sampai sekarang masih tak mampu menatap matamu, dan ketahuilah jangan kau tatap mataku karena aku takut kau membaca hatiku karena itu membuatku malu
Aku hanyalah aku yang jika kau tanya tentang perasaanku padamu maka aku akan jawab "Jangan tanyakan hal itu hari ini, nanti saja kalau semuanya sudah siap"
Aku hanyalah aku yang merasa tenang melihatmu tersenyum
Setelah semua ini, setelah semuanya begitu jelas, hatiku menangis tersedu, sungguh aku takut jauh darinya. Aku sempat ingin menjauh hingga tak dapat melihatnya bahkan bayanganya sekalipun. Namun, itu tak mampu kulakukan, aku hanya mampu terdiam, menangis dalam kesendirianku. Aku pernah ingin membencinya. Anehnya aku tak mampu. Ku pikir dengan membencinya aku akan cepat melupakan, namun salah, semuanya malah berpihak untuk terus mengingatnya dan tak bisa kuingkari setiap hari selalu saja ada hal yang membuatku jatuh cinta padanya. Aku gagal menghilang darimu Farhan. Bahkan sampai hari ini. Ketika kau mengucapkan janji sucimu.
***
Tak tahan lagi. Air mataku jatuh tepat di parkiran motor tadi. Di area parkir sepi, para undangan sibuk dengan acara. Juga tak kudapati tukang parkir tadi. Aku sesenggukan. Dan ingin cepat-cepat pergi dari tempat ini. Tanganku gemetar. Helm yang ingin kupakai lepas dari genggamanku. Tangisku semakin menjadi tapi kutahan dan tak kusadari ada sosok yang berjalan kearahku mengambilkan helm dan memberiku sebotol air mineral. Aku panik. Berdiri tegak dengan posisi all is well. Jangan sampai dia menyadari aku menangis pikirku. Dia bertanya apakah aku baik-baik saja. Aku mengangguk dan mengucapkan terimasih. Aku berpamitan dan dia tersenyum lagi. Lebih manis dari yang tadi.
***
Mematung di atas titian bambu. Mataku mengikuti setangkai bunga akasiah yang gugur dari pohonya. Pohon itu tak jauh dari tempatku berdiri. Memandanginya terberai oleh arus. Lepas, menyebar hingga tersisa batang kecil yang juga tergerus oleh air terjun. Aku menggeleng-gelengkan kepala. Menyadari apa yang kulakukan adalah hal bodoh. Tentu saja, siapa yang setuju apa yang kulakukan adalah hal benar. Entah sudah berapa lama aku menghabiskan waktu disini. Seingatku setelah menyiapkan makan siang untuk adikku sampai rona mentari kini telah hampir tenggelam oleh barat. Cahayanya menyilaukan air sungai. Warnanya tak seindah biasanya. Karena hujan pagi tadi mengubah airnya menjadi tak bening lagi.
Astaghfirullah, belum sholat”. Aku cepat-cepat mengambil langkah seribu. Setengah kilo jarak yang harus kutempuh sampai rumah.
Malam bertirai gelap. Taburan bintang seperti jutaan mimpi anak-anak sepertiku di gantungkan sebagai teman gelap. Malam itu bulan tua kalender islam. Jadi bulan tak Nampak diantara bintang. Dari balik jendela kamar ku lihat kehidupan malam diangkasa. Tak banyak yang bisa kulihat kecuali bayangan kelelawar yang samar.
Alunan lagu itu menemani kesendirianku. Mimpi adalah kunci, untuk kita menaklukan dunia”. Tahukah kalian penggalan lagu ini? Ya, lagu milik Nidzi. Mimpi-mimpi ku belum bisa tersenyum. Mereka masih menggantung diantara jutaan bintang. Sinarnya belum terang. Masih banyak rintangan yang harus ku lalui untuk membuatnya terang. Radio announcer salah satunya. Pernah menjadi guest announcer di salah satu radio swasta tak membuatku merasa cukup berada di ruang ber AC itu. Cuap-cuap yang gak ngebosenin itulah yang ingin kunikmati. Dua kali gagal mendaftar menjadi announcer di dua radio yang berbeda. Radio pertama menolak karena alasan jarak tempuh antara rumah dan studio cukup jauh dan aku tak memiliki kendaraan sendiri. Radio kedua karena alasan waktu.
Apa yang bisa dinikmati dengan sekedar ngomel sendiri? Pernah ada pertanyaan seperti itu dari salah seorang sahabatku. Jawabanku simple. Tentu kalian tahu makanan gado-gado. Begitulah sensasi rasanya. Pernah meneliti bumbu yang dicampurkan? tak ada penyedap rasa didalamnya. Campuran rasa asin, asam, manis, pedas menyatu dengan saos kacang. Nikmat sudah pasti.
Dua minggu setelah hari pernikahan Farhan. Tak sesulit yang kubayangkan. Aku bisa segera menerima semua yang terjadi. Karena untuk apa kita memperbanyak tangis, karena semua yang terjadi adalah Takdir dariNya.
Dua minggu banyak perubahan yang terjadi pada diriku. Walaupun sebenarnya perasaanku masih sama pada Farhan. Tapi biarlah dia hidup hanya dihatiku untuk saat ini. Aku akan melupakanya perlahan.
Menjalani profesiku sebagai penyiar radio cukup membantu menyibukkan diri dan meringankan beban sakit hatiku.
***
Waktu. Kurasa telah banyak membantu. Melupakan kenangan-kenangan indah bersama Farhan. Pernah suatu hari aku bertemu mereka dan aku tak merasa sakit lagi. Ikut bahagia melihat istri Farhan telah hamil.
Hari ini setelah pulang siaran aku berencana ke toko buku. Tak punya rencana ingin membeli buku apa. Hanya datang dan melihat itu sudah jadi kebiasaanku. Aneh juga sih kebiasaanku ini tapi semoga penjaga toko buku itu tak memarahiku. Dan siapa yang akan mengira dengan apa yang akan terjadi di toko buku.
***
Aneh. Aku menuliskan kata itu pada kertas buku diariku. Entah kenapa kata itu yang aku pilih. Aneh kah?? kurasa tidak, karena untuk menggambarkan dia. Bukan karena dia punya hidung yang aneh atau kaki yang terlihat berbeda, sama sekali tidak. Mungkin "aneh" ini untuk menggambarkan hatiku yang kagum pada sosok sederhana pemilik senyuman manis itu. Senyuman milik seseorang yang lebih muda dariku. Senyuman itu milik Muhammad Abbas. Abbas begitu dia biasa disapa. Seseorang yang kini mulai mengganti posisi Farhan. Kami bertenu disebuah toko buku. Di box comic Conan. Kami ingin mengambil edisi komik yang sama. Saling menyentuh ujung komik kecil itu. Dan pandangan kami bertemu. Abbas menyapaku dan berkata bahwa kita pernah bertemu sebelumnya. Aku tersenyum. Tentu saja aku ingat. Siapa yang lupa dengan senyuman manis itu adek tukang parkir. Senyum itu menghipnotisku.




Comments

Popular posts from this blog

Kumpulan contoh RPP Bahasa Inggris.

Kunjungan Tambang di Satui

Perjalanan Adalah Proses